.

.

Monday 15 June 2015

PERANG MODREN

Sekarang, perang sudah bergeser dari metode konvensional ke metode modern. Arenanya terjadi di dunia maya, tentaranya bersenjatakan komputer, virus dan worm dalam jumlah besar.
Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia virtual (tidak langsung dan tidak nyata) yang memungkinkan kita untuk berhubungan dengan orang lain tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Internet membawa banyak dampak baik positif maupun negatif. Sekarang, kita bisa melakukan transaksi perbankan kapan saja dengan e-banking, belanja apa saja lewat e-commerce, atau belajar apa saja lewat e-library. Di sisi lain, internet juga membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer secara online dengan risiko tertangkap yang sangat kecil.
Istilah-istilah seperti cyber war, cyber attack, cyber espionage, atau cyber crime pun makin akrab kita dengar. Sekarang, target kejahatan di internet (baca: serangan cyber/perang cyber) tidak hanya terjadi antarpribadi dan organisasi, tapi juga sudah dilakukan antarnegara. Kevin Haley, Direktur Security Respon Symantec mengatakan bahwa serangan cyber sudah setara dengan saber rattling. Setiap negara, organisasi, atau grup individu berusaha menunjukkan kekuatan serangan sembari mengirimkan pesan-pesan tertentu.
Sebagian besar serangan cyber yang dilakukan kelompok individu, organisasi, atau negara dilandasi oleh  kepentingan politik. Hal itu bisa terlihat dari aksi-aksi yang dilakukan sebuah kelompok hacktivis bernama Anonymous. Sejak dibentuk pada 2003, Anonymous telah berulang-kali melakukan serangan hack ke berbagai negara. Pada April 2012, misalnya, Anonymous menyerang sejumlah website milik pemerintah Inggris. Anonymous juga diketahui melakukan serangan terhadap CIA pada Februari 2012.
Anonymous juga menyerang Israel sebagai balasan atas serangan Israel terhadap Jalur Gaza. Anonymous menyebarkan 5.000 data pribadi pejabat Israel seperti nama, nomor telepon, alamat surat elektronik, dan media sosial. Salah satu pejabat Israel yang diserang adalah Wakil Perdana Menteri Israel, Silvan Shalom. Sejumlah akun di media sosialnya, yaitu Facebook, Twitter, YouTube, dan LinkedIn, diretas dengan pernyataan pro-Israel. Sejumlah lembaga juga tidak luput dari serangan Anonymous, yaitu Bank Jerusalem, Kementerian Pertahanan Israel, dan situs Pemerintah Irael. Penyerangan situs suatu lembaga atau pemerintahan merupakan bagian dari aksi Distributed Denied of Service (DDoS). Sebelumnya, 3.000 penyandang dana pro-Israel telah diserang Anonymous. Sedikitnya, 44 juta serangan cyber dialami Israel dalam beberapa tahun terakhir.
Situs resmi Takhta Suci Vatikan pun ikutan kebakaran jenggot saat jaringannya mati total sebagai wujud protes peretas atas skandal sodomi. Tak sampai di situ, Anonymous berhasil menguak data mengenai konspirasi terbesar abad ini yakni runtuhnya menara World Trade Center pada 9 September 2001. Mereka pula yang berhasil mengungkap data jenazah Usamah Bin Ladin dibakar dan bukan dibuang ke laut seperti diberitakan pemerintah Amerika.
Dari jutaan anggota Anonymous, diperkirakan 25% diantaranya adalah orang Indonesia. Tatkala Malaysia mengklaim tari Tor-Tor sebagai bagian dari budaya mereka, hacktivist asal Indonesia mengamuk. Mereka beramai-ramai membobol berbagai situs negara tetangga itu dan diberi tanda Tari Tor Tor Milik Indonesia. Mereka juga mengancam bakal melakukan serangan lebih besar lagi jika Malaysia terus mengklaim budaya Indonesia. Setelah mendapatkan banyak kritik sekaligus serangan negatif dari masyarakat Indonesia, pihak Malaysia akhirnya membuat klarifikasi tarian itu asli milik Indonesia.
Contoh lain dari perang cyber antar negara adalah serangan cyber terkejam yang menimpa perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia, Saudi Aramco, pada Agustus 2012. Serangan itu sempat melumpuhkan 30.000 komputer pribadi di dalam perusahaan tersebut. Amerika Serikat menuduh Iran berada di balik serangan itu.
Bagi Amerika Serikat sendiri, perang cyber bukan hal baru. Menurut laporan harian”New York Times” mengutip sumber aparat keamanan di Washington,  serangan virus Stuxnet yang melumpuhkan instalasi atom Iran, diyakini merupakan perintah langsung dari Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Gedung Putih tidak menolak atau mengkonfirmasi berita itu. Akibat serangan itu, lebih dari 1.000 sentrifugal di instalasi atom Natanz dapat dilumpuhkan. Stuxnet merupakan virus komputer amat canggih yang dirancang secara khusus menyerang sistem pengendali sentrifugal atom yang dikembangkan perusahaan Jerman, Siemens.
Sementara itu, Cina makin menanggapi serius soal perang cyber ini sejak 2011 dengan membangun pasukan khusus yang disebut sebagai Tentara Biru. Tugas utamanya adalah memperkuat ketahanan Cina di dunia maya. Bahkan China telah menggelar latihan perang untuk mewujudkan hal itu. Senjata yang digunakan adalah virus dan spam dalam jumlah besar.
Situs-situs besar dan populer juga tidak luput dari serangan kelompok-kelompok hacker. Dua situs jejaring sosial, LinkedIn dan eHarmony berhasil dibobol oleh hacker pada Juni 2012. Sekitar 6,46 juta password pengguna LinkedIn dan 1,5 juta password pengguna eHarmony dicuri oleh seorang peretas yang kabarnya adalah anggota sebuah forum di Rusia. Begitu pula situs Facebook, Twitter, Reuters, Foxconn, Sony PlayStation Network, Gmail, dan Yahoo, pernah diretas oleh hacker.
Di Indonesia sendiri, serangan kejahatan cyber makin sering terjadi. Salah satunya adalah serangan deface terhadap situs resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang beralamat diwww.presidensby.info, Januari 2013 lalu. Deface disini berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website.
Situs yang memuat berbagai kegiatan presiden itu diubah tampilannya, hanya ada gambar dengan ikon labu mirip gambar pocong bertuliskan jemberhacker.web.id dengan latar belakang berwarna hitam, serta tulisan “! Hacked by MJL 007 ! This is a PayBack From Jember Hacker Team.” Pada umumnya, deface menggunakan teknik Structured Query Language (SQL) Injection, namun untuk kasus situs SBY, menurut sejumlah praktisi teknologi informasi, kemungkinan besar terjadi Domain Name System (DNS) Poisoning atau populer disebut DNS Hijack (pembajakan DNS), bukan server situs Presiden SBY yang diretas, tetapi terjadi pembelokan ke situs lain. Pembajakan DNS biasanya dilakukan jika server susah diretas.
Aksi meretas situs resmi Presiden SBY itu bukanlah yang pertama. Pada tahun 2007, tampilan muka situs presidensby.info diubah isinya oleh peretas dengan beberapa tuntutan. Isinya, meminta agar Presiden SBY menurunkan harga bandwidth agar internet bisa diakses secara murah oleh masyarakat. Mereka juga menuntut agar SBY mendukung Indonesia Goes to Open Sources (IGOS).
Perusahaan-perusahaan besar juga tidak luput dari serangan. Sistem keamanan surat elektronik PT Bakrie and Brothers Tbk berhasil dibajak dan dibobol bulan Desember 2012 lalu. Pihak perusahaan mengakui telah mencurigai beberapa nama pelaku dan sudah menyerahkan nama-nama itu kepada pihak kepolisian.
Bila kita melihat jauh ke belakang, kita pasti akan mengingat berita heboh di dunia perbankan Indonesia. Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya.
Begitu pula dengan aksi Dani Hermansyah yang melakukan deface terhadap website www.kpu.go.id pada 17 April 2004. Nama-nama partai berubah menjadi nama- nama buah. Publik pun menjadi ragu terhadap Pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, hacker juga telah mengubah angka-angka jumlah pemilih. KPU pun menjadi sorotan karena sistem bisa jebol padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU saat itu sangat besar.
Website www.golkar.or.id milik Partai Golkar juga pernah kena serangan hingga 1577 kali melalui jalan yang sama tanpa adanya upaya menutup celah tersebut. Teknik yang digunakan oleh hacker adalah PHP Injection dan mengganti tampilan muka website dengan gambar wanita sexy serta gorilla putih sedang tersenyum.
Teknik lain yang lazim digunakan oleh hacker dalam perang cyber adalah dengan memanfaatkan celah pada sistem keamanan server/situs alias Cross-site Scripting (XSS). Makin terkenal sebuah website yang mereka obrak-abrik, makin tinggi rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi perang cyber antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia.
Lima Tren Serangan Cyber
Beberapa penyedia jasa layanan keamanan internet memprediksi bahwa serangan kejahatan di internet akan makin ganas di tahun 2013. Sedikitnya ada lima tren serangan yakni maraknya man in browser attack, watering hole attack, mobile malware, cross platform attack, dan hypervisor attack.
Man in browser attack berhubungan dengan maraknya penggunaan e-banking dan mobile banking yang mengundang penyerang mencuri informasi dari pengguna. Tidak seperti metode phising tradisional yang menggunakan tautan dalam tubuh email langsung kepada pengguna ke situs palsu dan meminta mereka memasukkan data, man in the browser mampu langsung menangkap data yang pengguna masukkan. Pengguna tidak akan menyadari datanya dibajak karena berinteraksi dengan situs asli.
Watering hole attack akan meningkat levelnya. Penyerang tidak akan langsung menuju target individu, tapi lebih dahulu menginfeksi situs terpercaya yang sering dikunjungi individu tersebut. Melalui metode ini, penyerang mampu mendapatkan celah untuk menyerang akibat lemahnya situs.
Seiring dengan meningkatnya kepemilikian ponsel pintar, khususnya Android yang pada 2012 memiliki pangsa pasar global terluas yakni 68,3%, mobile malware akan menjadi metode penyerangan yang lebih berbahaya. Sementara cross paltform attack diprediksi menyerang beberapa sistem operasi berbeda seperti Jacksbot.
Selain itu, hypervisor attack atau serangan terhadap infrastruktur komputasi awan untuk mencuri data penting perusahaan juga akan makin gencar dilakukan. Kebocoran sejumlah kata kunci pengguna di DropBox dan LinkedIn misalnya, menunjukkan kerentanan penyimpanan data secara awan. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang menggunakan layanan software as a service (SaaS) dan layanan berbasis awan lainnya, serangan DDoS pun menjadi perhatian utama di kalangan chief information officer (CIO) dan chief security officer (CSO). cid


No comments:

Post a Comment